Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Mengenal Mabadi Ilmu Nahwu

Daftar Isi

Mengenal Mabadi Ilmu Nahwu

Seorang pelajar, sebelum memulai pembahasan suatu disiplin ilmu, harus terlebih dahulu mengenal sepuluh aspek dasar dari ilmu yang akan mereka pelajari, dalam kitab klasik dikenal dengan istilah Mabadi al-Asyrah.

Salah satu syarat terciptanya sebuah disiplin ilmu, dengan adanya Mabadi al-Asyrah (sepuluh aspek dasar). Jika sebuah disiplin ilmu tidak memiliki sepuluh aspek dasar ini, keberadaannya tidak diakui sebagai sebuah disiplin ilmu.

Sepuluh Aspek Dasar

Sepuluh aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.   Definisi (al-Hadd)

2.   Objek (al-Maudu’)

3.   Manfaat dan Kegunaan (al-Tsamrah)

4.   Keutamaan (al-Fadhl)

5.   Hubungan dengan ilmu-ilmu yang lain (al-Nisbah)

6.   Pencetus (al-Wadhi’)

7.   Nama (al-Ism)

8.   Sumber (al-Istimdad)

9.   Hukum Mempelajari (al-Hukm)

10. Persoalan yang Dipelajari (al-Masa`il)

Sepuluh aspek dasar ini sangat penting untuk diketahui sebagai pengantar dan pengenalan agar terarah dan tidak salah tujuan.

Definisi (al-Hadd)

Definisi atau ta’rif merupakan hal pertama yang harus diketahui untuk mengenal persoalan apa saja yang akan dipelajari, juga akan memberikan gambaran kepada kita sejauh mana manfaat yang akan kita dapatkan.

Adapun definisi Ilmu Nahwu adalah ilmu dengan beberapa pembahasan pokok untuk dapat  mengenal keadaan akhir kalimat, baik dalam bentuk i’rab maupun bina`. Sebagaimana  Syeikh Muhammad bin Ahmad al-Ahdal menjelaskan di dalam kitabnya, al-Kawakib al-Durriyah, Cet. Haramain, h. 5.

واصطلاحا علم بأصول يعرف بها أحوال أواخر الكلم إعرابا وبناء

Artinya: “Dan pada istilah, Ilmu Nahwu merupakan ilmu dengan beberapa pembahasan pokok agar dapat mengenal keadaan akhir kalimat, baik dalam bentuk i’rab maupun bina`.

Dari definisi yang dikemukakan di atas, kita dapat mengenal bahwa Ilmu Nahwu membahas persoalan yang menyangkut dengan akhir kalimat dan  dengan mempelajari Ilmu Nahwu tersebut dapat mengetahui kebenaran pada akhir kalimat.

Objek (al-Maudhu’)

Objek yang dipelajari dalam ilmu nahwu adalah keadaan kalimat bahasa arab.  

Manfaat dan Kegunaan (al-Tsamrah)

Adapun manfaat dan kegunaan ilmu nahwu adalah mengetahui kebenaran sebuah perkataan sehingga lidah terpelihara dari kesalahan berbicara. Hal ini juga dijelaskan oleh Al-Syeikh Muhammad bin Ahmad al-Ahdal di dalam kitabnya, al-Kawakib al-Durriyah, Cet. Haramain, h. 5.

وفائدة هذا العلم معرفة صواب الكلام من خطئه ليحترزبه عن الخطأ فى اللسان

Artinya: “Dan faidah ilmu ini adalah mengenal kebenaran kalam dari kesalahan supaya lidah terpelihara  dengannya dari kesalahan”.

Dengan mempelajari ilmu ini kita akan bisa mengutarakan sebuah ungkapan bahasa dengan benar dan dapat teruji kebenarannya karena bahasa arab itu sangat sensitif. Kenapa tidak, jika terjadi perubahan sedikit saja secara zahir, dapat terjadi perubahan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Hal ini akan kita ketahui setelah mengenal dan memahami ilmu Nahwu. Nah, dengan mendalami ilmu nahwu kita akan dididik untuk menjadi orang yang jauh dari kesalahan dalam berbicara.

Keutamaan (al-Fadhl)

Keutamaan mempelajari ilmu nahwu adalah membantu dalam memahami Al-Quran dan Hadis. Sebagaimana yang telah dibicarakan sebelumnya bahwa ilmu nahwu dapat mengetahui kesalahan berbicara. Ketika seseorang mengerti dan mampu mengungkapkan perkataan dengan benar, ia juga mampu memahami ungkapan yang ia dengarkan.

Al-Quran menggunakan bahasa arab dengan sastranya yang tinggi, membutuhkan berbagai disiplin ilmu lainnya untuk memahaminya, salah satunya dengan ilmu nahwu. Dengan memahami ilmu nahwu akan membantu untuk memahami Al-Quran, begitu juga dengan hadisnya Nabi Muhammad SAW.

Hubungan dengan ilmu-ilmu yang lain (al-Nisbah)

Secara konseptual, tentu ilmu nahwu berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain. Namun jika dilihat dari objek, tentu memiliki ikatan yang erat dengan ilmu-ilmu yang lain.

Pencetus (al-Wadhi’)

Ilmu Nahwu pertama kali dicetus oleh Abu al-Aswad al-Du`ali melalui perintah dari Saidina Ali bin Abi Thalib. Sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh al-Khudhari di dalam kitabnya, Hasyiah ala ibn Aqil, h. 11

وواضعه أبوالأسود الدؤلي بأمر الإمام علي كرم الله وجهه

Artinya: “Dan pencetusnya adalah Abu al-Aswad al-Du`ali dengan perintah Imam Ali karramallu wajhah”.

Nama (al-Ism)

Mengapa dinamakan dengan ilmu Nahwu? karena kata “Nahwu” adalah ucapan Saidina Ali ketika memerintahkan Abu al-Aswad untuk menyamakan beberapa hal lain ketika beliau mengajarkan kaidah-kaidah nahwu.

Ceritanya gini, sebelumnya Saidina Ali mengajarkan apa itu isim, apa itu fi’il, apa itu huruf, kalimat yang dibaca rafa’, yang dibaca nashab dan kalimat yang dibaca jar. Setelah itu, beliau memberitahu kepada Abu al-Aswad untuk membuat sebuah disiplin ilmu yang membahas tentang itu dengan ungkapan:

انح هذا النحو

Artinya: “samakan contoh ini wahai Abu al-Aswad”.

Ketika Abu al-Aswad diperintahkan dengan menggunakan kata al-Nahwu, Abu al-Aswad mengadopsi kata tersebut untuk mengambil keberkahan terhadap ucapan Saidina Ali R.A. Hal ini dijelaskan juga oleh Al-Syeikh Muhammad bin Ahmad al-Ahdal di dalam kitabnya, al-Kawakib al-Durriyah, Cet. Haramain, h. 6.

Sumber (al-Istimdad)

Dari mana ilmu ini diambil. Sumber pengambilan ilmu ini adalah perkataan orang arab.

Hukum mempelajari (al-Hukm)

Sayid Alawi bin Ahmad al-Makki di dalam kitabnya al-Fawaid al-Makiyah, Hal. 68, Cet. Dar al-Dhiya` menjelaskan:

أما البدعة اللغوية فمنقسمة إلى الأحكام الخمسة : واجبة على الكفاية كالإشتغال بالعلوم العربية المتوقف عليها فهم الكتاب والسنة كالنحو والصرف والمعاني والبيان واللغة بخلاف العروض والقوافي ونحوهما

Artinya: “Mode linguistik, hukumnya terbagi 5 : pertama wajib kifayah yaitu menyibukkan diri dengan berbagai macam ilmu yang diperlukan untuk memahami Al-Quran dan Hadis seperti Ilmu Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan dan Lughah, hal ini berbeda dengan Ilmu Arudh dan Qawafi juga semisalnya.

Dari keterangan di atas dapat kita pahami bahwa mempelajari ilmu nahwu hukumnya adalah fardu kifayah.

Persoalan yang Dipelajari (al-Masa`il)

Dalam pembahasan nama, pada kisah Saidina Ali dan Abu al-Awad al-Du`ali, telah menyinggung tentang apa persoalan yang dipelajari dalam ilmu nahwu ini. Yaitu tentang kaidah-kaidah bahasa arab seperti Rafa’, Nashab, Khafad, Jazam dan lain-lain.

Kitab yang Membahas Ilmu Nahwu

Setelah kita mengetahui tentang aspek dasar Ilmu Nahwu. Apa saja kitab-kitab yang lebih mudah untuk bisa kita pelajari dalam mengkaji Ilmu Nahwu. Sebagai santri hal ini tidak asing lagi karena hampir di setiap lembaga pesantren tentu telah ada kurikulum baku sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Namun, di sini penulis akan merekomendasikan juga kitab-kitab yang menurut penulis mudah untuk dipelajari dalam memahami ilmu nahwu. Sebagaimana jejak yang telah penulis jalani, di antaranya kitab matan al-Jurumiah, al-‘Imriti, Mutammimah, Kawakib al-Durriyah, Alfiah beserta syarah-syarahnya.

  

Wallahu A’lam bi al-Shawab...

Semoga bermanfaat...


Referensi:

·    Al-Kawakib al-Durriyah

·    Hasyiah al-Khudhari

·    Fawaid Makkiah

 

Posting Komentar