Tata Cara Pelaksanaan Shalat Lengkap (Fiqh Shalat)
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Lengkap
Tata cara
pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui karena sudah
tentu seseorang tidak bisa melakukan suatu perbuatan bila tidak memahami tata
cara pelaksanaannya, termasuk ibadah shalat.
Dalam ilmu
fikih, tata cara pelaksaan shalat sering diistilahkan dengan rukun atau sifat
shalat.
Sebelumnya,
penulis telah menguraikan beberapa pembahasan, di antaranya adalah syarat sah shalat, orang yang wajib mengerjakan shalat dan lain-lain.
Kali ini penulis akan membahas beberapa tata cara pelaksanaan shalat lengkap dengan penjelasannya.
Rukun
Para ulama
berbeda dalam menjelaskan rukun shalat, hali ini biasanya terjadi karena
beberapa thumakninah yang terkandung di dalamnya.
Dalam artian,
sebagian menghitungkan thumakninah dengan beberapa tempatnya, sedangkan
sebagian yang lain hanya manjadikan thumakninah dalam satu pembagian rukun.
Dapat kita
pahami bahwa perbedaan ini hanya pada kalimat (redaksi) tidak pada makna
(substansi) yang terkandung di dalamnya.
Dalam kitab Fath al-Muin dijelaskan bahwa rukun shalat terbagi 14 dengan menjadikan
thumakninah hanya pada satu pembagian, yaitu:
1. Niat (bermaksud
mengerjakan (qasad), menentukan bentuk (ta’yin) dan mendatangkan niat tunai
atau qadha (ta’arrud)
2. Takbiratul
ihram
3. Berdiri bagi
yang mampu
4. Membaca surah
al-Fatihah
5. Rukuk
6. I’tidal
7. Sujud
8. Duduk antara
dua sujud
9. Thumakninah
pada rukuk, sujud, duduk antara dua sujud dan i’tidal
10. Tasyahud akhir
11. Shalawat kepada
Nabi setelah tasyahud
12. Duduk saat
tasyahud dan shalawat
13. Salam pertama
14. Tertib
Penjelasan
Niat
Niat wajib
disertai dengan takbir dan tempatnya di dalam hati. Maka tidak cukup dengan
hanya mengucapkannya saja.
Jika ucapannya
berbeda dengan apa yang ada di dalam hati (diniatkan) maka yang dibenarkan
adalah apa yang ada di hati karena hukum mengucapkannya itu sunah.
Takbiratul Ihram
Takbiratul
ihram menggunakan lafaz:
اللّه أكبر
Tambahan kata yang tidak mencegah nama takbir, dibolehkan. Seperti:
اللّه الأكبر –
اللّه الجليل أكبر
Orang yang
tidak mampu takbir dan bisa berbicara maka dibolehkan untuk menerjemahkannya
kepada bahasa lain yang ia mampu (tidak dibolehkan beralih kepada zikir-zikr
yang lain) dan wajib untuk belajar.
Namun jika
tidak bisa berbicara maka diwajibkan menggerakkan lidah, dua bibir dan anak
lidahnya dengan takbir sesuai kemampuannya.
Berdiri
Syarat berdiri
adalah menegakkan tulang punggung. Jika condong atau miring dengan ukuran yang
tidak dinamakan berdiri maka shalatnya tidak sah.
Namun bila ia
tidak mampu berdiri tegak, seperti orang yang sudah tua misalnya, dibolehkan
sesuai dengan kemampuannya dan jika ia mampu untuk menambahkan condong saat
rukuk, wajib ditambahkan.
Jila ia mampu
berdiri tegak, namun tidak mampu untuk rukuk dan sujud, dibolehkan berdiri dan
mengerjakan rukuk sesuai dengan kemampuannya, begitu juga dengan sujud.
Orang yang
tidak sanggup berdiri karena beberapa uzur, dibolehkan duduk (sunah duduk
iftirasy dan makruh jongkok).
Orang yang
tidak sanggup duduk karena beberapa uzur, dibolehkan shalat pada lambung
kanannya bila mampu. Jika tidak mampu, dibolehkan sambil terlentang.
Membaca al-Fatihah
Wajib membaca
al-Fatihah secara berturut- turut dan beriringan pada tiap-tiap rakaat, kecuali
masbuq (orang yang terlambat).
Dalam artian tidak
boleh diselangi dengan zikir (kecuali zikir yang barkaitan dengan shalat seperti
mengucapkan amin bagi bacaan imam dan seumpamanya) dan diam yang panjang dengan
sengaja (begitu juga sedikit dengan tujuan memutuskan bacaan),
Bismillah
merupakan bagian dari ayat al-Fatihah. Begitu juga dengan beberapa tasydidnya.
Jika tidak
bisa membaca al-Fatihah, dibolehkan membaca 7 ayat beriringan atau terpisah. Jika
tidak mampu, dibolehkan membaca zikir yang tidak kurang dari huruf-huruf yang
terdapat dalam surah al-Fatihah (jumlah hurufnya 159 dengan membaca panjang ma
(ما) pada مالك.
Apabila ia
tidak mampu dari satupun kriteria di atas, dibolehkan untuk diam seukuran
bacaan al-Fatihah menurut dugaan.
Rukuk
Minimal rukuk bagi
orang yang berdiri tegak adalah membungkuk seukuran sampai kedua telapak tangan
kepada dua lututnya serta thumakninah seukuran terpisah bangkitnya dari rukuk
dan juga tidak dimaksudkan selain rukuk.
Adapun yang paling
sempurna adalah meratakan punggung dan leher, menegakkan dua betis, memegang
dua lutut dengan dua tangan dan merenggangkan jari-jari ke arah kiblat.
Bertakbir pada
permulaan turun dengan mengangkat dua tangan seperti takbiratul ihram dan
membaca kalimat berikut sebanyak 3 kali:
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
Orang yang shalat
sendiri, sunah menambahkan:
اللّهمّ لكَ
رَكعْتُ وبِكَ آمَنْتُ ولك أسلمْتُ خَشَعَ لَكَ سمْعيْ وبصري ومخِّي وعظميْ ومااستقلَّتْ
به قدمِيْ
I’tidal
Setelah rukuk
dilanjutkan dengan i’tidal dengan berdiri serta thumakninah.
Tidak dibolehkan
i’tidal dengan tujuan yang lain. Dalam artian jika seseorang bangkit dari rukuk
karena terkejut maka tidak memadai.
Disunahkan mengangkat
dua tangan sejajar bahu bersamaan mengangkat kepala sambil mengucapkan:
سمع اللّه لمن
حمده
Setelah berdiri
tegak, membaca:
ربّنا لك الْحمد ملء السّموات وملء الأرض وملء ماشئت من شيء بعدُ
Sunah membaca doa
qunut pada rakaat ke dua shalat shubuh dengan mengangkat kedua tangan tanpa
mengusap muka.
Imam membaca
qunit dengan kata jama’ dan suara yang keras. Sedangkan makmum mangaminkan doa
yang dibaca imam dan dilanjutkan dengan membaca pujian.
Apabila ia
tidak mendengar bacaan imam maka ia membaca qunut dengan suara yang pelan.
Sujud
Minimal sujud adalah
bersentuhan sebagian dahinya dengan tempat shalat, tidak dengan tujuan yang
lain dan anggota bawah lebih tinggi dari anggota atas.
Dibolehkan sujud
pada seduatu yang bersambung dengannya jika tidak bergerak dengan sebab
gerakannya.
Wajib meletakkan
dua telapak tangan, dua lutut dan dua kakinya. Begitu juga dengan thumakninah.
Adapun yang
paling sempurna adalah bertakbir di saat turun tanpa mengangkat kedua tangan, meletakkan
dua lutut kemudian dua tangan, setelah itu dahi dan hidung dan membaca kalimat
berikut sebanyak 3 kali:
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الأعْلى وَبِحَمْدِهِ
Orang yang shalat
sendiri, sunah menambahkan:
اللّهمّ لكَ سجدْتُ
وبِكَ آمَنْتُ ولك أسلمْتُ سجد وجْهيَ للَّذي خلقه وصوّره وشقّ سمعه وبصره تبارك
اللّه أحسن الْخالقين
Sunah melatkkan
dua tangan sejajar dengan dua bahu dengan menghamparkan jari-jari, merapatkan serta
menghadapkannya ke arah kiblat.
Merenggangkan dua
lutut, perut diangkat dari dua paha dan dua siku dari lambung pada rukuk dan
sujud, kecuali perempuan dan khunsa.
Duduk antara Dua Sujud
Duduk antara
dua sujud dengan thumakninah. Tidak dibolehkan duduk dengan tujuan yang lain. Dalam
artian jika seseorang bangun dari sujud pertama karena gigitan kalajengking maka
tidak memadai.
Tidak dibolehkan
memanjangkan masa duduk antara dua sujud. Begitu juga dengan i’tidal.
Adapun yang
lebih sempurna adalah bertakbir dan duduk iftirasy serta meletakkan dua tangan
di atas dua paha mendekati dua lutu dengan menghamparkan jari-jari.
Membaca:
ربّ اغفرلي
وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني واعف عنّي
Disunahkan duduk
sebentar setelah sujud yang ke dua di setiap rakaat yang berdiri setelah sujud.
Thumakninah
Thumakninah adalah
berhenti segala anggota sehingga dapat terpisah antara perbuatan yang sudah dilaksanakan
dengan yang akan dilakukan.
Tempat yang
tedapat thumakninah adalah:
1. Rukuk
2. I’tidal
3. Dua sujud
4. Duduk antara
dua sujud
Tasyahud dan Duduknya
Tasyahud dan
duduknya termasuk rukun jika diiringi dengan salam setelahnya beserta shalawat.
Jika tidak diiringi dengan salam, maka keduanya merupakan sunah.
Duduk tasyahud
dibolehkan dengan bentuk apapun. Namun disunahkan pada tasyahud pertama dengan
duduk iftirasy (duduk di atas mata kaki yang kiri dan menegakkan yang kanan
dengan meletakkan ujung jari-jari yang kanan menghadap kiblat.
Adapun tsyahud
akhir, disunahkan duduk tawaruk (sama dengan iftirasy, tetapi dengan
mengeluarkan kaki kiri ke kanan dan mendempetkan pangkal paha dengan tanah atau
tempat shalat.
Orang yang
masbuq dan lupa disunahkan duduk iftirasy pada tasyahud akhir.
Disaat duduk
tasyahud juga sunah meletakkan tangan kiri di atas ujung lutut dengan
menghamparkan dan merapatkan jari-jari agar semuanya menghadap kiblat.
Pada tasyahud
akhir, disunahkan menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dari tangan
kanan serta menghamparkan jari telunjuk dan mengangkatnya ketika meungucapkan إلّا اللّه dengan tanpa
menggerakkan. Sedangkan ibu jari dirapatkan dengan jari telunjuk.
Minimal tasyahud
adalah membaca:
التّحيّات
المباركات الصّلوات الطّيّبات للّه , السّلام عليك أيّهاالنّبيّ ورحمة اللّه
وبركاته السّلام علينا وعلى عباد اللّه
الصّالحين أشهد أن لا إله إلّا اللّه و أشهد أنّ محمّدا رسول اللّه
Shalawat
Shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir merupakan rukun. Berbeda halnya pada tasyahud
awal (pertama).
Disunahkan shalawat
kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir. Namun tidak pada tasyahud awal
(pertama).
Minimal shalawat
adalah membaca:
اللّهمّ صلّ على
محمّد وآله
Sunah menambahkan
pada tasyahud akhir hingga kalimat حميد مجيد
Orang yang
tidak mampu membaca tasyahud dan shalawat dan bisa berbicara maka dibolehkan
untuk menerjemahkannya kepada bahasa lain yang ia mampu dan wajib untuk belajar.
Salam
Salam pertama
merupakan bagian dari rukun shalat. Minimalnya adalah mengucapkan:
السّلام عليكم
Adapun yang
paling sempurna adalah mengucapkan:
السّلام عليكم
ورحمة اللّه
Sebanyak dua
kali (kanan dan kiri) dengan berpaling hingga pipinya terlihat dari belakang sambil
berniat mengucapkan salam kepada siapapun yang berada di sebelah kanan dan kiri,
yakni para malaikat, manusi dan jin.
Imam disunahkan
berniat mengucapkan salam kepada makmum dan makmum berniat membalas salam imam.
Tertib
Tertib adalah
berurutan. Dalam artian, shalat yang dikerjakan sesuai dengan urutan rukun yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Yakni, rukun
yang terletak di akhir tidak boleh mendahului rukun sebelumnya dan juga tukun
yang seharusnya terletak di awal tidak boleh diletakkan di akhir.
Jika ia meninggalkan
tertib secara sengaja maka shalatnya batal. Namun bila ia lupa maka rukun yang
dikerjakan setelah rukun yang tertinggal, tidak dianggap. Yakni, ia harus
menyempurnakan rakaat saat itu dan menyusul rakaat yang tidak dianggap.
Keterangan
· Jika seseorang tidak mengetahui waktu shalat
karena mendung atau semisalnya maka dianggap sah shalat yang telah ia kerjakan
walaupun berniat tunai padahal waktu telah habis dan berniat qadha padahal
waktu shalat masih tersisa.
· Orang yang mampu berdiri tegak, dibolehkan
duduk pada shalat sunah. Namun yang lebih utama adalah berdiri tegak.
Wallhu A’lam bi
al-Shawab...
Semoga bermanfaat...
Sumber:
Fath al-Muin
Minhaj
al-Thalibin
Posting Komentar