Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Uraian Lengkap Tentang Haid, Istihadhah dan Nifas (Fiqh Thaharah)

Daftar Isi

Uraian Lengkap Tentang Haid, Istihadhah dan Nifas

Haid merupakan hal yang hanya terkhusus bagi perempuan yang telah sampai umur tertentu, begitu juga dengan nifas.

Haid juga termasuk bagian dari penentuan seorang perempuan dalam persoalan taklif. Dalam artian ketika seorang perempuan telah merasakan haid maka ia telah dibebankan dengan segala furu’ syariat.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas beberapa hal tentang pengertian haid, kebiasaan terjadinya haid, hukum yang belaku pada haid, istihadhah dan juga persoalan nifas.

Berikut penjelasannya.

Pengertian Haid

Haid adalah darah yang keluar dari pangkal rahim melalui kemaluan perempuan pada hari tertentu ketika sehat tanpa sebab melahirkan.

Masa Haid dan Suci

Minimal masa haid adalah sehari semalam dengan darah yang bersambung-sambung.

Adapun maksimalnya adalah lima belas hari lima belas malam walaupun tidak bersambung-sambung.

Namun kebiasaan haid adalah enam atau tujuh hari.

Minimal perempuan suci di antara dua haid adalah lima belas hari lima belas malam dan tidak ada batas maksimalnya.

Hal ini karena dalam satu bulan, menurut kebiasaan perempuan tidak kosong dari haid dan suci.

Bila maksimal haid adalah lima belas hari lima belas malam maka sudah tentu minimal suci juga demikian karena jumlah hari dalam satu bulan adalah 30 hari.

Hal yang Diharamkan

·  Apa saja yang diharamkan dengan sebab junub.

·  Melintasi mesjid bila dikhawatirkan mengotorinya

·  Puasa (wajib qadha)

·  Perceraian (perempuan yang telah disetubuhi)

·  Antara pusat dan lutut

Adapun puasa dan cerai, dihalalkan setelah terputus haid walaupun belum mandi.

Pengertian dan Hukum Istihadhah

Istihadhah adalah darah yang melebihi batasan maksilmal haid.

Istihadhah adalah hadas yang kekal. Sama halnya dengan kecing yang terus menetes-netes (enutritis)

Istihadhah tidak digolongkan kepada sesuatu yang menghalangi puasa dan sembahyang.

Adapun tata cara yang wajib dilakukan oleh perempuan istihadhah ketika hendak melaksanakan shalat adalah membasuh kemaluan, membalutnya kemudian berwudhu saat masuknya waktu shalat (sebagaimana tayamum) dan bergegas untuk melaksanakan shalat.

Namun bila ia memperlambatkan shalat karena terdapat kemaslahatan bagi shalat, dibolehkan. Seperti menutup aurat, menunggu jamaah dan lain-lain.

Perempuan istihadhah wajib berwudhu setiap hendak melaksanakan shalat. Begitu juga dengan mengganti pembalutnya walaupun tidak terlihat darah dan juga tidak bergeser dari tampat semula.

Ketentuan

·  Bila seorang perempuan melihat darah pada usia haid dan tidak melewati masa maksimalnya maka semua darah adalah haid (hitam merah atau pirang, pemula atau sudah pernah mengalami, berubah kebiasaannya atau tidak) kecuali masih tersisa masa suci (maka itu adalah darah kotor bukan darah haid)

·  Warna kuning keruh adalah haid

·  Bila melewati maksimal haid, ketentuannya sebagai berikut:

Ø Jika pemula (mubtadiah) dan dapat membedakan kuat dan lemah (mumayyizah) seperti merah dan hitam.

Maka yang lemah adalah istihadhah dan yang kuat adalah haid bila tidak kurang dari minimal haid, tidak melewati batas maksimal dan juga yang lemah tidak kurang dari minimal suci.

Ø Jika pemula namun tidak dapat membedakan yang kuat dan lemah. Dalam artian ia melihatnya hanya dengan satu ciri-ciri, atau lebih namun ia tidak dapat membedakan.

Maka haidnya adalah sehari semalam.

Ø Jika sebelumnya ia pernah mengalami satu kali haid dan satu kali suci (mu’tadah) namun tidak dapat membedakan.

Maka diberlakukan hukum masa dan waktu haid dengan kejadian yang pertama, begitu juga masa dan waktu suci

Ø Jika sebelumnya ia pernah mengalami satu kali haid dan satu kali suci (mu’tadah) dan dapat membedakan.

Maka diberlakukan hukum menurut perbedaan bukan kebiasaan bila keduanya tidak sama.

Ø Jika lupa dengan kebiasaannya (mutahayyirah) dan juga tidak dapat membedakan.

Maka diberlakukan hukum ihtiyath (kewaspadaan) karena haid dan suci kemungkinan terjadi disetiap masa yang ia lewati.

Dalam artian, ia wajib menjauhi segala yang diharamkan pada saat haid dan mengerjakan kewajiban yang berlaku pada saat suci.

Wajib mandi sebelum mengerjakan shalat fardhu setelah masuk waktunya.

Mengerjakan puasa di bulan Ramadhan genap 30 hari, kemudian dilanjutkan dengan 30 hari berikutnya secara berturut-turut sehingga ia wajib berpuasa selama 60 hari.

Dengan puasa ini ia dinilai malakukan puasa selama 14 hari dari masing-masing 30 hari. Dalam artian dinilai sebanyak 18 hari.

Karena kemungkinan maksimal haid 15 hari dan datang darah pada satu hari dan terputus pada hari yang lain maka rusak 16 hari dari masing-masing 30 hari.

Setelah itu dilanjutkan dengan puasa 3 hari pertama dan 3 hari akhir dari 18 hari. Dengan puasa ini ia dinilai melakukan puasa selama 2 hari.

Karena bila terjadi haid pada hari pertama maka berakhir pada hari yang ke 16, bila haid terjadi pada hari kedua maka berakhir pada hari yang ke 17 dan bila haid terjadi pada hari ketiga maka berakhir pada hari yang ke 18. Begitu juga seterusnya.

Apabila ia ingat sesuatu dari kebiasaanya maka dibelakukan hukum sesuai dengan keyakinannya. Sedangkan apabila ragu maka diberlakukan hukum sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

·  Darah perempuan hamil dan bersih di antara darah minimal haid atau lebih maka itu adalah haid.

Pengertian Nifas dan Ketentuannya

Nifas adalah darah haid yang keluar setelah melahirkan.

Masa minimal keluarnya darah nifas adalah sekilas atau setetes. Sedangkan maksimalnya adalah 60 hari. Namun kebiasaannya selama 40 hari.

Perempuan yang sedang nifas, diharamkan apa saja yang diharamkan dengan sebab haid.

 

Semoga bermanfaat...

 

Sumber:

Fath al-Muin

Kanz al-Raghibin

 

Posting Komentar