Uraian Lengkap Tentang Haid, Istihadhah dan Nifas (Fiqh Thaharah)
Uraian Lengkap Tentang Haid, Istihadhah dan Nifas
Haid merupakan hal yang hanya terkhusus bagi
perempuan yang telah sampai umur tertentu, begitu juga dengan nifas.
Haid juga termasuk bagian dari penentuan
seorang perempuan dalam persoalan taklif. Dalam artian ketika seorang perempuan
telah merasakan haid maka ia telah dibebankan dengan segala furu’ syariat.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas
beberapa hal tentang pengertian haid, kebiasaan terjadinya haid, hukum yang
belaku pada haid, istihadhah dan juga persoalan nifas.
Berikut penjelasannya.
Pengertian Haid
Haid adalah darah yang keluar dari pangkal
rahim melalui kemaluan perempuan pada hari tertentu ketika sehat tanpa sebab
melahirkan.
Masa Haid dan Suci
Minimal masa haid adalah sehari semalam dengan
darah yang bersambung-sambung.
Adapun maksimalnya adalah lima belas hari lima
belas malam walaupun tidak bersambung-sambung.
Namun kebiasaan haid adalah enam atau tujuh
hari.
Minimal perempuan suci di antara dua haid
adalah lima belas hari lima belas malam dan tidak ada batas maksimalnya.
Hal ini karena dalam satu bulan, menurut
kebiasaan perempuan tidak kosong dari haid dan suci.
Bila maksimal haid adalah lima belas hari lima
belas malam maka sudah tentu minimal suci juga demikian karena jumlah hari
dalam satu bulan adalah 30 hari.
Hal yang Diharamkan
· Apa saja yang diharamkan dengan sebab junub.
· Melintasi mesjid bila dikhawatirkan mengotorinya
· Puasa (wajib qadha)
· Perceraian (perempuan yang telah disetubuhi)
· Antara pusat dan lutut
Adapun puasa dan cerai, dihalalkan setelah
terputus haid walaupun belum mandi.
Pengertian dan Hukum Istihadhah
Istihadhah adalah darah yang melebihi batasan
maksilmal haid.
Istihadhah adalah hadas yang kekal. Sama
halnya dengan kecing yang terus menetes-netes (enutritis)
Istihadhah tidak digolongkan kepada sesuatu
yang menghalangi puasa dan sembahyang.
Adapun tata cara yang wajib dilakukan oleh
perempuan istihadhah ketika hendak melaksanakan shalat adalah membasuh
kemaluan, membalutnya kemudian berwudhu saat masuknya waktu shalat (sebagaimana
tayamum) dan bergegas untuk melaksanakan shalat.
Namun bila ia memperlambatkan shalat karena terdapat
kemaslahatan bagi shalat, dibolehkan. Seperti menutup aurat, menunggu jamaah
dan lain-lain.
Perempuan istihadhah wajib berwudhu setiap
hendak melaksanakan shalat. Begitu juga dengan mengganti pembalutnya walaupun
tidak terlihat darah dan juga tidak bergeser dari tampat semula.
Ketentuan
· Bila seorang perempuan melihat darah pada usia
haid dan tidak melewati masa maksimalnya maka semua darah adalah haid (hitam
merah atau pirang, pemula atau sudah pernah mengalami, berubah kebiasaannya
atau tidak) kecuali masih tersisa masa suci (maka itu adalah darah kotor bukan darah
haid)
· Warna kuning keruh adalah haid
· Bila melewati maksimal haid, ketentuannya
sebagai berikut:
Ø Jika pemula
(mubtadiah) dan dapat membedakan kuat dan lemah (mumayyizah) seperti merah dan
hitam.
Maka yang lemah
adalah istihadhah dan yang kuat adalah haid bila tidak kurang dari minimal haid,
tidak melewati batas maksimal dan juga yang lemah tidak kurang dari minimal
suci.
Ø Jika pemula
namun tidak dapat membedakan yang kuat dan lemah. Dalam artian ia melihatnya
hanya dengan satu ciri-ciri, atau lebih namun ia tidak dapat membedakan.
Maka haidnya
adalah sehari semalam.
Ø Jika sebelumnya
ia pernah mengalami satu kali haid dan satu kali suci (mu’tadah) namun tidak
dapat membedakan.
Maka diberlakukan
hukum masa dan waktu haid dengan kejadian yang pertama, begitu juga masa dan
waktu suci
Ø Jika sebelumnya
ia pernah mengalami satu kali haid dan satu kali suci (mu’tadah) dan dapat
membedakan.
Maka
diberlakukan hukum menurut perbedaan bukan kebiasaan bila keduanya tidak sama.
Ø Jika lupa
dengan kebiasaannya (mutahayyirah) dan juga tidak dapat membedakan.
Maka
diberlakukan hukum ihtiyath (kewaspadaan) karena haid dan suci kemungkinan
terjadi disetiap masa yang ia lewati.
Dalam artian, ia
wajib menjauhi segala yang diharamkan pada saat haid dan mengerjakan kewajiban
yang berlaku pada saat suci.
Wajib mandi
sebelum mengerjakan shalat fardhu setelah masuk waktunya.
Mengerjakan
puasa di bulan Ramadhan genap 30 hari, kemudian dilanjutkan dengan 30 hari
berikutnya secara berturut-turut sehingga ia wajib berpuasa selama 60 hari.
Dengan puasa
ini ia dinilai malakukan puasa selama 14 hari dari masing-masing 30 hari. Dalam
artian dinilai sebanyak 18 hari.
Karena
kemungkinan maksimal haid 15 hari dan datang darah pada satu hari dan terputus
pada hari yang lain maka rusak 16 hari dari masing-masing 30 hari.
Setelah itu
dilanjutkan dengan puasa 3 hari pertama dan 3 hari akhir dari 18 hari. Dengan
puasa ini ia dinilai melakukan puasa selama 2 hari.
Karena bila
terjadi haid pada hari pertama maka berakhir pada hari yang ke 16, bila haid
terjadi pada hari kedua maka berakhir pada hari yang ke 17 dan bila haid
terjadi pada hari ketiga maka berakhir pada hari yang ke 18. Begitu juga
seterusnya.
Apabila ia
ingat sesuatu dari kebiasaanya maka dibelakukan hukum sesuai dengan
keyakinannya. Sedangkan apabila ragu maka diberlakukan hukum sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya.
· Darah perempuan hamil dan bersih di antara darah
minimal haid atau lebih maka itu adalah haid.
Pengertian Nifas dan Ketentuannya
Nifas adalah darah haid yang keluar setelah
melahirkan.
Masa minimal keluarnya darah nifas adalah
sekilas atau setetes. Sedangkan maksimalnya adalah 60 hari. Namun kebiasaannya
selama 40 hari.
Perempuan yang sedang nifas, diharamkan apa
saja yang diharamkan dengan sebab haid.
Semoga bermanfaat...
Sumber:
Fath al-Muin
Kanz al-Raghibin
Posting Komentar