Memahami Istitsna Secara Lengkap
Istitsna merupakan bagian dari pembahasan yang terdapat dalam ilmu nahwu, tepatnya pada pembahasan isim manshub karena sebagian dari isim manshub adalah mustasna atau kata yang berposisi sebagai mustatsna.
Pada kesempatan ini, penulis akan membahas persoalan yang berkaitan dengan istitsna, baik itu pengertian, adat dan beberapa ketentuan mustasna serta lengkap dengan contoh-contohnya.
Simak penjelasan berikut!
Pengertian Ististna
Ististna adalah mengeluarkan sesuatu sesudah illa (إلا) atau saudaranya dari hukum kalimat sebelumnya, adakalanya secara ijab (positif) dan adakalanya secara salab (negatif).
Contohnya seperti:
قام القوم إلا
زيدا
لا يقوم القوم إلا
زيدا
Adat Istitsna
Adat
istitsna ada 8, yaitu:
· 1 Kata berbentuk huruf, yaitu illa (إلا)
· 2 kata berbentuk isim, yaitu ghairu (غير) dan siwan (سوىً) beserta semua lughatnya,
yakni suwan (سُوًى) dan sawun (سواء)
· 2 berbentuk fiil, yaitu laisa (ليس) dan la yakunu (لا يكون)
· 3 kata, sebagian mengatakannya huruf
dan sebagian yang lain menyebutkannya fiil (khilaf), yaitu khala (خلا), ada (عدى) dan hasya (حاشا)
Mustatsna dengan Illa (إلا)
Mustatsna
dengan illa, ketentuannya sebagai berikut:
· Dinashabkan (manshub) bila kalam
berbentuk tam dan mujab, baik itu muttasil atau munqathi’
· Jika kalam berbentuk tam dan tidak mujab
maka mustatsna boleh menjadi badal dan nashab atas jalan istitsna.
Namun menurut pendapat kuat adalah
badal jika mustatsna berbentuk muttasil.
Jika berbentuk munqathi’ maka
menurut ulama hijaz adalah nashab. Begitu juga banu Tamim, namun mereka
membolehkan tabi’ (mengikuti mustatsna minh)
· Jika kalimat berbentuk naqis maka
ketentuan i’rab mustatsna sesuai dengan amil sebelum illa dengan syarat kalimatnya
tidak berbentuk mujab
Contoh:
قام القوم إلا
زيدا
قام القوم إلا حمارا
ما قام القوم إلا
زيدا / زيدٌ
ما فعلوه إلا
قليلٌ منهم
ولا يلتفت منكم أحدٌ
إلا امراتَك
وما محمدٌ إلا
رسولٌ
Penjelasan
- Tam adalah kalimat yang disebutkan mustatsna minh di dalamnya.
- Mujab adalah kalam yang tidak didahului oleh nafi dan tidak pula yang serupa dengannya (nahi, istifham dan kata yang menurut orang arab bagus untuk dinashabkan)
- Muttasil adalah sesuatu yang termasuk bagian daripada mustatsna minh.
- Munqathi’ adalah sesuatu yang tidak termasuk dalam bagian mustatsna minh.
- Naqis adalah kalimat yang tidak disebutkan mustatsna minh. Hal ini sering diistilahkan dengan istitsna mufarragh.
Mustatsna dengan Ghairu dan Siwan
Mustatsna
dengan ghairu dan siwan, dijarkan (majrur) dengan idhafah.
Kata
ghairu dan siwan dii’rabkan sesuai dengan apa yang dituntut oleh mustatsna
dengan illa.
Contoh:
قاموا غيرُ زيدٍ
/ سوى زيدٍ
ما قاموا غيرُ
زيد / سوى زيدٍ
ما قام غيرُ زيد
/ سوى زيدٍ
Adapun
mustatsna dengan laisa dan la yakunu, wajib dinashabkan karena mustatsna
bertempat sebagai khabarnya.
Contoh:
قام القوم ليس
زيدا
قام القوم لا
يكون زيدا
Mustatsna dengan Khala, Ada dan Hasya
Sedangkan
mustatsna dengan khala, ada dan hasya, boleh dijarkan dan juga dinashabkan.
Apabila
diajarkan maka ketiganya dianggap sebagai huruf jar dan apabila dinashabkan
maka ketiganya dianggap sebagai fiil.
Contoh:
قام القومُ خلا زيدا
قام القومُ خلا زيدٍ
قام القومُ عدا
زيدا
قام القومُ عدا
زيدٍ
قام القومُ حاشا
زيدا
قام القومُ حاشا
زيدٍ
Apabila
ada dan khala didahului oleh ma (nafi) maka wajib dinashabkan dan tidak
dibolehkan mengirinya (ma) dengan kata hasya.
Contoh:
قام القوم ما
عدا زيدا
Wallhu
A’lam bi al-Shawab...
Semoga
bermanfaat...
Posting Komentar