Pembahasan Lengkap Tentang La Nafi Jenis

Daftar Isi

Pembahasan Lengkap Tentang La Nafi Jenis

La nafi jenis juga bagian dari amil nawasikh yang masuk pada mubtada dan khabar sebagaimana amil-amil nawasikh yang lain.

La nafi jenis beramal seperti amal inna (إنّ), yakni menashabkan mubtada dan merafa’kan khabar yang tentunya mempunyai beberapa ketentuan tersendiri.

Pada kesempatan ini, penulis akan menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan la nafi jenis, syarat beramal dan beberapa penjelasan lain yang berkaitan dengannya.

Mari simak penjelasan berikut.

Pengertian La Nafi Jenis

La nafi jenis adalah la yang digunakan untuk menafikan (meniadakan) jenis.

Contohnya seperti:

لَا رَجُلَ فِى الدَّارِ

“Tiada seorang laki-laki pun dirumah.”

Pada contoh di atas dapat kita pahami bahwa jenis yang dinafikan adalah laki-laki.

Pada dasarnya, la yang digunakan untuk meniadakan terdapat pada 3 tempat, yaitu:

1. La nahi yang masuk pada fiil mudhari’

Cotohnya:

لَاتَفْعَلْ شَيْئًا

“Jangan kamu lakukan sesuatu.”

2. La zaidah (tambahan)

Contohnya seperti firman Allah SWT:

فَلَاوَرَبِّكَ لَايُؤْمِنُوْنُ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ

  “Demi tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”

3. La yang masuk pada isim ma’rifah (tidak beramal)

Contohnya:

لَازَيْدٌ فِى الدَّارِ

     “Tiada si Zaid di dalam rumah.”

4. La yang masuk pada isim nakirah. Hal ini terbagi 2, yaitu:

·  Beramal sebagaimana amal laisa (ليس)

Contohnya:

لَا رَجُلٌ جَالِسًا

     “Tiada seorang laki-laki yang duduk.”

·  Beramal sebagaimana amal inna (إنّ)

Ini lah yang dinamakan la nafi jenis yang meniadakan seluruh afrad (satuan) daripada jenis.

Ketentuan Beramal

Sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa la nafi jenis beramal sebagaimana amal inna (إنّ), yaitu menashabkan mubtada dan merafa’kan khabar.

Adapun ketentuan la nafi jenis dalam beramal adalah sebagai berikut:

·  Isim dan Khabar berbenutuk nakirah

·  Isim tidak boleh dipisahkan dengannya

·  Jika isim berbentuk mudhaf atau musyabbah bi al-Mudhaf maka hukum isimnya mu’rab dan dinashabkan.

·  Jika isim berbentuk mufrad (bukan mudhaf dan musyabbah bi al-Mudhaf) maka hukum isimnya mabni sesuai dengan keadaannya ketika nashab pada waktu mu’rab.

Yakni, ketentuan i’rabnya sebagai berikut:

Ø Jika isim berbentuk mufrad atau jamak taksir maka hukum isimnya mabni atas fatah.

Ø Jika isim berbentuk tasniyah atau jamak mudzakkar salim maka hukum isimnya mabni atas ya.

Ø Jika isim berbentuk jamak muannas salim maka hukum isimnya mabni atas kasrah dan terkadang mabni atas fatah.

Contohnya:

لَا صَاحِبَ عِلْمٍ مَمْقُوْتٌ

“Tiada seorang pun orang yang berilmu terkutuk.”

لَا طَالِعًا جَبَلًا حَاضِرٌ

“Tiada seotrang pun pendaki bukit yang hadir.”

لَا رَجُلَ حَاضِرٌ

“Tiada seorang laki-laki pun yang hadir.”

لَا رِجَالَ حَاضِرُوْنَ

“Tiada beberapa laki-laki yang hadir.”

لَا رَجُلَيْنِ فِى الدَّارِ

“Tiada dua orang laki-laki di dalam rumah.”

لَا قَائِمِيْنَ فِى السُّوْقِ

“Tiada beberapa laki-laki yang berdiri di pasar.”

لَا مُسْلِمَاتِ حَاضِرَاتٌ

“Tiada perempun-perempuan muslimah yang datang.”

Keterangan

·  Musyabbah bi al-Mudhaf adalah kata yang bersambung dengan yang lain untuk menyempurnakan maknanya.

·  Mufrad yang dimaksudkan adalah kata yang bukan mudhaf dan musyabbah bi al-Mudhaf sekalipunberbentuk tasniyah atau jamak.

Ketentuan La yang Berulang-ulang

Adapun la nafi jenis berulang-ulang maka ketentuan i’rabnya sebagai berikut:

1. Dibolehkan fatah dan rafa’ pada isim la yang pertama.

Contoh:

لَا حَوْلَ / لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةَ

2. Jika difatahkan isim la yang pertama maka dibolehkan fatah, nashab dan rafa’ pada isim la yang kedua.

Contohnya:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ / قُوَّةً / قُوَّةٌ

3. Jika dirafa’kan isim la yang pertama maka dibolehkan rafa’ dan fatah pada isim la yang kedua.

Contohnya:

لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ  /قُوَّةَ

Ketentuan Isim La

·  Jika di’athafkan isim yang kedua kepada isim la yang pertama dan la tidak berulang-ulang maka isim yang pertama wajib mabni atas fatah dan dibolehkan rafa’ dan nashab pada isim yang kedua.

Contohnya:

لَا حَوْلَ وَ قُوَّةٌ  /وَ قُوَّةً

·  Isim la yang mufrad bila disifatkan dengan kata yang berbentuk mufrad dan tidak terdapat pemisah antara na’at dan man’ut maka dibolehkan fatah, nashab dan rafa’ pada na’at.

Contohnya:

لَا رَجُلَ ظَرِيْفَ / ظَرِيْفًا / ظَرِيْف جَالِسٌ

 

·  Jika terdapat pemisah antara na’at dan man’ut dan na’atnya tidak berbentuk mufrad maka hanya dibolehkan rafa’ dan nashab pada na’at.

Contohnya:

لَا رَجُلَ ظَرِيْفَ / ظَرِيْفًا / ظَرِيْف جَالِسٌ

Ketentuan Khabar La

Tidak boleh membuang khabar bila tidak diketahui

Contohnya:

لَا صَاحِبَ عِلْمٍ مَمْقُوْتٌ

“Tiada seorang pun orang yang berilmu terkutuk.”

Bila khabarnya diketahui maka kebanyakan khabarnya dibuang

Contohnya:

فَلَا فَوْتَ

“Maka mereka tidak dapat melepaskan diri (bagi orang-orang kafir).”

Bentuk lengkapnya adalah:

فَلَا فَوْتَ أي لَهُمْ

 

 

Sumber:  Kawakib al-Durriyah

Posting Komentar