Qashar dan Jamak Shalat bagi Musafir
Qashar dan Jamak Shalat bagi Musafir
Tatanan
hukum dalam syariat islam mencakup seluruh sisi kehidupan manusia. Kesulitan
yang tak pernah terlepas dari kehidupan manusia, tak luput dari keterlibatan
syariat untuk mengurangi kesulitan yang dialaminya, dalam istilah fikih sering
disebutkan dengan rukhsah (keringanan).
Sebagian
dari banyaknya kesulitan yang mendapatkan dispentasi syariat atau rukhsah
adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang yang berpergian.
Seorang
musafir (orang yang berpergian), dibolehkan untuk tayammum, qashar, jamak
shalat dan lain-lain.
Kali
ini, penulis akan menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat yang diringankan
oleh syariat terhadap musafir, baik itu jamak maupun qashar serta beberapa ketentuannya.
Berikut
penjelasannya.
Kriteria Safar (Perjalanan)
Musafir
(orang yang bepergian), terbagi kepada 4 macam bentuk, yaitu:
1. Tidak bermaksiat, baik dengan sebab bepergian atau pun di dalam
perjalanan.
2. Bermaksiat di dalam perjalanan, tidak dengan sebab bepergian (perjalanan
maksiat atau tujuan untuk bermaksiat).
3. Bermaksiat dengan sebab bepergian.
4. Bermaksiat dengan sebab bepergian dan di dalam perjalanannya.
Musafir
yang dibolehkan untuk melakukan qashar dan jamak adalah musafir dengan kriteria
pertama dan kedua, yaitu tidak bermaksiat, baik dengan sebab bepergian atau pun
di dalam perjalanan dan bermaksiat di dalam perjalanan, namun tidak dengan
sebab bepergian.
Hal
ini sesuai dengan kaidah:
الرخص لا تناط
بالمعاصي
Dapat
dipahami bahwa jika seseorang melakukan perjalanan yang mubah namun dengan
tujuan untuk maksiat maka tidak dibolehkan qashar dan
jamak.
Seandainya
seseorang melakukan perjalanan dengan tujuan bermaksiat kemudian bertaubat maka
perjalanan yang dibolehkan qashar dihitung semenjak taubatnya.
Ketentuan Qashar
Qashar
adalah mengurangi rakaat shalat 4 rakaat menjadi 2, yang tentunya tidak berlaku
pada shalat maghrib dan shubuh.
Adapun
ketentuan qashar adalah sebagai berikut:
· Panjang safar dua marhalah, menurut
perjalanan hewan yang diberatkan dengan muatannya atau perjalanan sedang selama
2 hari. Berbeda halnya dengan jamak yang dibolehkan bila telah melewati batasan daerah (sur balad)
Mayoritas ulama mengatakan ukuran 2 marhalah itu 119.9 km. Sebagian ulama mengatakan ukurannya 80.64 km dan sebagian yang lain mengatakannya 88.704 km. Hal ini sebagaimana penjelasan pada islam.nu.or.id
· Mengetahui sejak awal arah
perjalanannya.
Maka tidak diberlakukan qashar bagi orang yang tidak mengetahui arah tujuan (bingung) walaupun perjalanannya panjang. Begitu juga orang yang mencari sesuatu yang tidak diketahui tempatnya, yang mana ia akan pulang bila telah menemukannya
· Meniatkan qashar pada takbiratul
ihram dan menjaga dari yang membatalkannya selama shalat, seperti tidak berniat
menyempurnakannya.
· Keadaannya musafir sepanjang shalat
Ketentuan Jamak
Jamak
adalah menggabungkan dua shalat pada satu waktu, adakalanya pada waktu shalat
pertama dan adakalanya pada waktu shalat kedua. Sehingga jamak terbagi kepada 2
bentuk, yaitu:
1. Taqdim
2. Takhir
Jamak
taqdim adalah 2 shalat yang dilakukan pada waktu shalat pertama. Sedangkan
jamak takhir adalah 2 shalat yang dilakukan pada waktu shalat kedua.
Hal
ini tidak berlaku pada shalat subuh.
Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut.
Jamak Taqdim
· Memulai dengan melakukan shalat
pertama karena waktu saat itu adalah untuknya.
· Niat jamak pada awal shalat pertama.
· Berturut-turut. Dalam artian tidak
boleh berselang antara keduanya, walaupun uzur.
Namun dibolehkan dengan berselang
pendek menurut uruf.
Ukuran pendek menurut uruf adalah tidak
mencapai ukuran shalat 2 rakaat
Jamak Takhir
· Niat jamak sebelum keluar daripada waktu shalat pertama, yaitu selama
tersisa ukuran 1 rakaat dan tersisa perjalanan hingga akhir shalat kedua
Keterangan
· Jika arah tujuannya memiliki dua
jalan yaitu jalan panjang (mencapai jarak qashar) dan jalan pendek (tidak
mencapai jarak qashar).
Jika ia melalui jalan yang panjang
dengan tujuan tertentu maka dibolehkan qashar dan jika tidak ada tujuan maka
tidak dibolehkan qashar.
· Seandainya seorang budak, istri atau
tentara cadangan mengikuti pemilik atau pemimpinnya dalam perjalanan dan mereka
tidak mengetahui tempat tujuan maka tidak dibolehkan qashar karena mereka tidak
mengetahui perjalanan itu panjang sejak awal.
Apabila mereka mengetahui bahwa
perjalanannya 2 marhalah maka dibolehkan qashar sebagaimana jika seandainya
mereka mengetahui tempat tujuannya 2 marhalah sejak awal.
Jika mereka berniat melakukan
perjalanan dengan jarak qashar maka dibolehkan bagi tentara cadangan untuk
melakukan qashar, namun tidak bagi istri dan budak karena tentara cadangan
tidak tunduk di bawah kekuasaan pemimpin pasukan, berbeda halnya dengan istri
dan budak.
· Seseorang yang hendak melakukan
perjalanan panjang, lalu berangkat. Kemudian di dalam perjalannya ia berniat
untuk pulang maka terputuslah perjalanannya dan tidak dibolehkan qashar.
Seandainya ia berangkat ke tempat
tujuan yang pertama atau ke arah yang lain maka dihitung dengan melakukan
perjalanan yang baru
· Orang yang melaksanakan shalat qashar
tidak dibolehkan bermakmum kepada orang yang shalat sempurna, meskipun berat
dugaannya bahwa imam melaksanakan qashar karena musafirnya imam, kecuali ia
yakin namun ragu pada niat maka dibolehkan qashar selama tidak nyata
sempurnanya shalat imam
· Seandainya seseorang telah
takbiratul ihram dengan niat qashar, kemudian ragu dalam mengqasharkan atau
menyempurnakan maka wajib untuk menyempurnakan shalat. Begitu juga seseorang
yang ragu apakah berniat qashar atau tidak.
· Jika imam berdiri untuk rakaat
ketiga dan makmum ragu apakah imam menyempurnakan atau lupa maka makmum wajib menyempurnakan
shalat walaupun ternyata imam tersebut lupa.
· Jika seseorang melakukan qashar
berdiri ke rakaat ketiga dengan sengaja tanpa ada yang mewajibkannya maka
shalatnya batal
· Jika telah sampai perjalanan
seseorang tiga marhalah maka melakukan qashar lebih utama dibanding
menyempurnakan. Berbeda halnya dengan puasa yang lebih utama dibanding berbuka
selama tidak terdapat bahaya dengan sebab berpuasa
· Seandainya seseorang telah selesai melakukan
shalat dengan jamak, kemudian ingat bahwa ia tertinggal satu rukun dari shalat
pertama maka kedua shalatnya batal
Namun apabila ia tidak mengetahui
bahwa rukun yang tertinggal itu merupakan bagian dari shalat pertama atau
shalat kedua maka wajib mengulangi kedua shalatnya pada waktu yang kedua
· Jika seseorang ingin melakukan qashar
sekaligus jamak, wajib memenuhi ketentuan qashar dan juga ketentuan jamak
· Dibolehkan jamak taqdim karena hujan
dengan syarat terdapat hujan pada awal dari kedua shalat, sehingga disyaratkan kekal
hujan hingga salam shalat pertama agar bersambung dengan awal shalat kedua.
Hal ini hanya berlaku bagi orang
yang senantiasa jamaah di masjid yang jauh dan merasa terganggu dengan hujan di
perjalanannya.
Wallahu
A’lam bi al-Shawab...
Semoga
bermanfaat...
Sumber:
Kanz
al-Raghibin
Tuhfah
al-Muhtaj
Posting Komentar