Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Qashar dan Jamak Shalat bagi Musafir

Daftar Isi

Qashar dan Jamak Shalat bagi Musafir

Tatanan hukum dalam syariat islam mencakup seluruh sisi kehidupan manusia. Kesulitan yang tak pernah terlepas dari kehidupan manusia, tak luput dari keterlibatan syariat untuk mengurangi kesulitan yang dialaminya, dalam istilah fikih sering disebutkan dengan rukhsah (keringanan).

Sebagian dari banyaknya kesulitan yang mendapatkan dispentasi syariat atau rukhsah adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang yang berpergian.

Seorang musafir (orang yang berpergian), dibolehkan untuk tayammum, qashar, jamak shalat dan lain-lain.

Kali ini, penulis akan menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat yang diringankan oleh syariat terhadap musafir, baik itu jamak maupun qashar serta beberapa ketentuannya.

Berikut penjelasannya.

Kriteria Safar (Perjalanan)

Musafir (orang yang bepergian), terbagi kepada 4 macam bentuk, yaitu:

1. Tidak bermaksiat, baik dengan sebab bepergian atau pun di dalam perjalanan.

2. Bermaksiat di dalam perjalanan, tidak dengan sebab bepergian (perjalanan maksiat atau tujuan untuk bermaksiat).

3. Bermaksiat dengan sebab bepergian.

4. Bermaksiat dengan sebab bepergian dan di dalam perjalanannya.

Musafir yang dibolehkan untuk melakukan qashar dan jamak adalah musafir dengan kriteria pertama dan kedua, yaitu tidak bermaksiat, baik dengan sebab bepergian atau pun di dalam perjalanan dan bermaksiat di dalam perjalanan, namun tidak dengan sebab bepergian.

Hal ini sesuai dengan kaidah:

الرخص لا تناط بالمعاصي

Dapat dipahami bahwa jika seseorang melakukan perjalanan yang mubah namun dengan tujuan untuk maksiat maka tidak dibolehkan qashar dan jamak.

Seandainya seseorang melakukan perjalanan dengan tujuan bermaksiat kemudian bertaubat maka perjalanan yang dibolehkan qashar dihitung semenjak taubatnya.

Ketentuan Qashar

Qashar adalah mengurangi rakaat shalat 4 rakaat menjadi 2, yang tentunya tidak berlaku pada shalat maghrib dan shubuh.

Adapun ketentuan qashar adalah sebagai berikut:

·   Panjang safar dua marhalah, menurut perjalanan hewan yang diberatkan dengan muatannya atau perjalanan sedang selama 2 hari. Berbeda halnya dengan jamak yang dibolehkan bila telah melewati batasan daerah (sur balad)

    Mayoritas ulama mengatakan ukuran 2 marhalah itu 119.9 km. Sebagian ulama mengatakan ukurannya 80.64 km dan sebagian yang lain mengatakannya 88.704 km. Hal ini sebagaimana penjelasan pada islam.nu.or.id

·   Mengetahui sejak awal arah perjalanannya.

Maka tidak diberlakukan qashar bagi orang yang tidak mengetahui arah tujuan (bingung) walaupun perjalanannya panjang. Begitu juga orang yang mencari sesuatu yang tidak diketahui tempatnya, yang mana ia akan pulang bila telah menemukannya

·   Meniatkan qashar pada takbiratul ihram dan menjaga dari yang membatalkannya selama shalat, seperti tidak berniat menyempurnakannya.

·   Keadaannya musafir sepanjang shalat

Ketentuan Jamak

Jamak adalah menggabungkan dua shalat pada satu waktu, adakalanya pada waktu shalat pertama dan adakalanya pada waktu shalat kedua. Sehingga jamak terbagi kepada 2 bentuk, yaitu:

1. Taqdim

2. Takhir

Jamak taqdim adalah 2 shalat yang dilakukan pada waktu shalat pertama. Sedangkan jamak takhir adalah 2 shalat yang dilakukan pada waktu shalat kedua.

Hal ini tidak berlaku pada shalat subuh.

Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut.

Jamak Taqdim

·   Memulai dengan melakukan shalat pertama karena waktu saat itu adalah untuknya.

·   Niat jamak pada awal shalat pertama.

·   Berturut-turut. Dalam artian tidak boleh berselang antara keduanya, walaupun uzur.

Namun dibolehkan dengan berselang pendek menurut uruf.

Ukuran pendek menurut uruf adalah tidak mencapai ukuran shalat 2 rakaat

Jamak Takhir

·   Niat jamak sebelum keluar daripada waktu shalat pertama, yaitu selama tersisa ukuran 1 rakaat dan tersisa perjalanan hingga akhir shalat kedua

Keterangan

·   Jika arah tujuannya memiliki dua jalan yaitu jalan panjang (mencapai jarak qashar) dan jalan pendek (tidak mencapai jarak qashar).

Jika ia melalui jalan yang panjang dengan tujuan tertentu maka dibolehkan qashar dan jika tidak ada tujuan maka tidak dibolehkan qashar.

·   Seandainya seorang budak, istri atau tentara cadangan mengikuti pemilik atau pemimpinnya dalam perjalanan dan mereka tidak mengetahui tempat tujuan maka tidak dibolehkan qashar karena mereka tidak mengetahui perjalanan itu panjang sejak awal.

Apabila mereka mengetahui bahwa perjalanannya 2 marhalah maka dibolehkan qashar sebagaimana jika seandainya mereka mengetahui tempat tujuannya 2 marhalah sejak awal.

Jika mereka berniat melakukan perjalanan dengan jarak qashar maka dibolehkan bagi tentara cadangan untuk melakukan qashar, namun tidak bagi istri dan budak karena tentara cadangan tidak tunduk di bawah kekuasaan pemimpin pasukan, berbeda halnya dengan istri dan budak.

·   Seseorang yang hendak melakukan perjalanan panjang, lalu berangkat. Kemudian di dalam perjalannya ia berniat untuk pulang maka terputuslah perjalanannya dan tidak dibolehkan qashar.

Seandainya ia berangkat ke tempat tujuan yang pertama atau ke arah yang lain maka dihitung dengan melakukan perjalanan yang baru

·   Orang yang melaksanakan shalat qashar tidak dibolehkan bermakmum kepada orang yang shalat sempurna, meskipun berat dugaannya bahwa imam melaksanakan qashar karena musafirnya imam, kecuali ia yakin namun ragu pada niat maka dibolehkan qashar selama tidak nyata sempurnanya shalat imam

·   Seandainya seseorang telah takbiratul ihram dengan niat qashar, kemudian ragu dalam mengqasharkan atau menyempurnakan maka wajib untuk menyempurnakan shalat. Begitu juga seseorang yang ragu apakah berniat qashar atau tidak.

·   Jika imam berdiri untuk rakaat ketiga dan makmum ragu apakah imam menyempurnakan atau lupa maka makmum wajib menyempurnakan shalat walaupun ternyata imam tersebut lupa.

·   Jika seseorang melakukan qashar berdiri ke rakaat ketiga dengan sengaja tanpa ada yang mewajibkannya maka shalatnya batal

·   Jika telah sampai perjalanan seseorang tiga marhalah maka melakukan qashar lebih utama dibanding menyempurnakan. Berbeda halnya dengan puasa yang lebih utama dibanding berbuka selama tidak terdapat bahaya dengan sebab berpuasa

·   Seandainya seseorang telah selesai melakukan shalat dengan jamak, kemudian ingat bahwa ia tertinggal satu rukun dari shalat pertama maka kedua shalatnya batal

Namun apabila ia tidak mengetahui bahwa rukun yang tertinggal itu merupakan bagian dari shalat pertama atau shalat kedua maka wajib mengulangi kedua shalatnya pada waktu yang kedua

·   Jika seseorang ingin melakukan qashar sekaligus jamak, wajib memenuhi ketentuan qashar dan juga ketentuan jamak

·   Dibolehkan jamak taqdim karena hujan dengan syarat terdapat hujan pada awal dari kedua shalat, sehingga disyaratkan kekal hujan hingga salam shalat pertama agar bersambung dengan awal shalat kedua.

Hal ini hanya berlaku bagi orang yang senantiasa jamaah di masjid yang jauh dan merasa terganggu dengan hujan di perjalanannya.

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab...

Semoga bermanfaat...

 

 

Sumber:

Kanz al-Raghibin

Tuhfah al-Muhtaj

 

Posting Komentar