Bagaimana Caranya Menghadapi Gunjingan Orang Lain
Bagaimana Caranya Menghadapi Gunjingan Orang Lain
Sepanjang
hidup, seseorang pasti pernah berjumpa dengan orang yang tidak ia sukai dan
menyukainya dan itu merupakan hal yang wajar. Karena dunia memang penuh dengan
kejadian dan keadaan yang seketika bisa merubah persepsi seseorang.
Tak jarang sebuah
peristiwa membekaskan luka yang mendalam dan tak jarang pula banyak peristiwa
yang tidak memberi bekasan apa-apa, semuanya terjadi begitu saja.
Namun, dengan
warna-warni dan pernak-pernik kehidupan yang beragam, ada keindahan aturan
Tuhan yang diturunkan melalui wahyu. Seperti sabda Nabi, “La Taghdhab, wa laka
al-Jannah” (jangan marah, maka untukmu surga).
Kemarahan yang
terjadi tentu tidak akan muncul tanpa sebab. Pasti ada pemicu untuk bisa
terjadinya kemarahan seseorang. Pembunuhan karakter atau sampainya kabar kepada
kita bahwa seseorang menjelekkan kita, bisa menjadi salah satu penyebabnya.
Sabda Nabi
“jangan marah”, merupakan etika dan cara yang diajarkan Rasulullah kepada kita
untuk menyikapi hal tersebut. Karena memang manusia ini unik, yakni marah
ketika ada orang yang menggunjingnya, baik itu karena keburukan yang ia lakukan
maupun keburukan yang tidak pernah dilakukannya. Oleh karena itu, menahan
amarah adalah cara terbaik untuk menghadapinya, supaya tidak terjerumus dalam
perbuatan yang munkar.
Imam Abu Na’im
al-Ashbahânî menjelaskan di dalam kitabnya Hilyah al-Auliya` wa Thabaqat
al-Ashfiya`, sebuah riwayat tentang nasihat Ja’far al-Shadiq, etika yang harus
dilakukan bagi orang yang sedang dijelekkan oleh orang lain:
حدثنا عبد الله
بن محمد، ثنا علي بن رستم، قال: سمعت أبا مسعود يقول: قال جعفر بن محمد: إذا بلغك
عن أخيك شيء يسوءك فلا تغتم، فإنه إن كان كما يقول كانت عقوبة عجلت، وإن كان علي
غير ما يقول كانت حسنة لم يعملها، قال موسي: يا رب، أسألك أن لا يذكرني أحد إلا
بخير، قال: ما فعلت ذلك لنفسي
“Abdullah bin
Muhammad menceritakan, Ali bin Rustum menceritakan, ia berkata: Aku mendengar
Abu Mas’ud berkata: Ja’far bin Muhammad berkata: “Ketika sampai kepadamu suatu
(kabar) tentang saudaramu yang menjelek-jelekanmu, maka janganlah risau.
Karena, jika benar apa yang ia katakan (tentangmu), itu adalah hukuman yang
disegerakan (Tuhan atas dosa tersebut). Jika tidak benar apa yang ia katakan
(tentangmu), itu akan menjadi kebaikan yang tidak dikerjakan (secara langsung
olehmu).”
Nabi Musa
‘alaihissalam berkata: “Tuhanku, aku memohon kepadamu agar tidak ada seorang
pun yang menyebutku kecuali tentang kebaikan.” Allah menjawab: “Apa kau
sudah melakukan hal itu terhadapku?”
Sayyid Ja’far
al-Shadiq, memberikan rasionalisasi spiritual yang baik kepada kita, agar kita
tidak berkecil hati dan terhindar dari keburukan. Ia mengatakan: “Ketika sampai
kepadamu suatu (kabar) tentang saudaramu yang menjelek-jelekanmu, maka
janganlah risau.”
Sayyid Ja’far
al-Shadiq juga menampilkan ilustrasi spiritual yang menarik. Ia mengatakan:
“Karena, jika benar apa yang ia katakan, itu adalah hukuman yang disegerakan
(Tuhan untukmu). Jika tidak benar apa yang ia katakan, itu akan menjadi
kebaikan meski kamu tidak mengerjakannya secara langsung.”
Oleh karena
itu, kita tidak perlu bersedih mendengar gunjingan orang lain, tidak perlu
gundah mendengar pendapat buruk tentang kita. Sebab, andai pun benar, itu bisa
mengurangi dosa kita, karena hukumannya telah disegerakan melalui gunjingan
orang lain.
Dan andai itu
salah, kita akan mendapatkan pahala tanpa melakukan apa-apa. Dengan kata lain,
kita mendapatkan pengurangan dosa dan penambahan pahala secara cuma-cuma.
Di samping itu,
kita tidak perlu membenci berlebihan ketika karakter kita dibunuh. Kita sikapi
itu sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dan Sayyid Ja’far al-Shadiq.
Karena amarah dan kebencian yang berlebihan, bisa menimbulkan permusuhan yang
memutus tali silaturahmi.
Rasulullah SAW
bersabda (HR. Imam Muslim):
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
“Tidak masuk
surga orang yang memutuskan silaturahmi.”
Karena itu,
Rasulullah meminta kita agar, “La Taghdhab” (jangan marah). Artinya, kita harus
berjuang untuk menjinakkan amarah dan kebencian kita. Jangan sampai kemarahan
dan kebencian yang mengendalikan kita.
Selanjutnya,
Sayyid Ja’far al-Shadiq menceritakan doa yang disampaikan Nabi Musa
‘alaihissalam kepada Allah SWT “Tuhanku, aku memohon kepadamu agar tidak ada
seorang pun yang menyebutku kecuali tentang kebaikan.” Lalu Allah bertanya:
“Apakah kau sudah melakukan hal itu terhadapku?”
Kita sebagai
manusia ingin selalu dipandang baik oleh orang lain dan ingin selalu dipuji.
Namun di sisi lain, kita sangat mudah untuk mengumbar kesalahan orang dan juga
menggunjingnya.
Seringkali kita
tidak puas dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita dalam kehidupan ini,
yang membuat secara tidak sadar kita mempertanyakan Allah dan berprasangka
buruk kepadanya.
Oleh karena
itu, Allah menjawab doa Nabi Musa dengan pertanyaan untuk dapat diambil
pelajaran. Agar manusia tidak egois dengan citra baiknya sendiri, tetapi
menjatuhkan citra baik orang lain.
Wallahu A’lam
bi al-Shawab…
Semoga
bermanfaat…
Posting Komentar